Krisis ISBN, Penulis Novel Ini Banjir Kritikkan Karena Terbitkan Buku Dengan Nomor ISBN
![]() |
foto: iStockphoto.com/DmitriiSimakov |
Issa, penulis dari cerita “Issa dan Sangkara”
yang kini sedang kontroversial karena dikabarkan buku yang akan diterbitkan
dicetak dengan kode ISBN. Diambil dari kisah cintanya bersama sang kekasih
Faris Syauqi atau yang akrab disapa Sangkara, nama Issa naik ke permukaan sejak
dirinya menjadi konten kreator sebagai “Mbak Jastip” album k-pop di akun tiktok
miliknya.
Kabar mengenai penggunaan kode ISBN untuk novel
bergenre romantis itu menimbulkan protes oleh sejumlah masyarakat. Mereka
menganggap buku-buku seperti novel yang diterbitkan dan menggunakan nomor ISBN
adalah suatu tindakan pemborosan karena hal itu dianggap tidak layak.
ISBN sendiri memiliki batas pemakaian di mana
Indonesia dibatasi dengan kuota sebanyak 1 juta nomor dalam jangka waktu 6
tahun. Sementara itu, saat ini sisa kuota ISBN yang dimiliki Indonesia hanya
tersisa sekitar 350 ribu. Bila kuota yang ada sudah habis sebelum waktunya,
maka buku-buku yang diterbitkan dengan syarat ISBN akan ditangguhkan sampai
jangka waktu 6 tahun yang akan datang.
Dikutip dari laman ikapi.org
(01/12) International ISBN Agency menduga ada ketidakwajaran pengajuan ISBN di
Indonesia. Terlalu banyak publikasi yang disebut buku sebenarnya bukan termasuk
buku. Selain itu, banyak publikasi berupa buku yang sebenarnya tidak relevan
diberi ISBN. Sebagai contoh, buku yang diterbitkan oleh sekolah atau
universitas.
Sayangnya, saat ini banyak buku
dengan kualitas yang kurang layak, diterbitkan dengan kode ISBN. Beragam novel
yang diadaptasi dari media sosial seperti X dan platform menulis salah satunya
wattpad terdeteksi dicetak lengkap dengan ISBN yang menyebabkan krisis ISBN di
kemudian hari. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah pembaca pada beberapa
cerita yang diangkat menjadi novel sehingga beberapa pihak penerbit
memanfaatkan momen tersebut sebagai keuntungan dan ajang gengsi.
Padahal nyatanya, guku yang
dicetak tidak diwajibkan mendaftar kode ISBN. Ada beragam alternatif lain bagi
penerbit maupun penulis agar karyanya dapat diterbitkan dan dinikmati pembaca.
Dengan demikian, peran penerbit dan pihak ISBN harus sejalan dan lebih tegas
dalam memilah buku yang layak mendapatkan nomor ISBN dan dicetak.
Sejalan dengan hal itu, pada
tahun 2022 Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menerbitkan aturan baru yang lebih
ketat dan selektif mengenai pengurusan ISBN. Hal ini diungkapkan oleh Kepala
Kepala Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan Perpusnas Suharyanto
yang menjelaskan terkait aturan baru dalam pendaftaran ISBN yang semata-mata
untuk menghindari penjiplakan.
"Layanan ISBN dalam upaya
peningkatan kualitas penerbitan di Indonesia dan agar penerbitan buku-buku baru
dapat diketahui oleh masyarakat secara luas dan diketahui keberadaan suatu
terbitan yang baru dan melindungi karya anak bangsa agar tidak terjadi
pinjiplakan karya asli, ini sebagai salah satu upaya pencegahan atau tindakan
preventif dari Perpustakaan Nasional melindungi suatu karya," kata
Suharyanto dikutip dari detik.com (01/12).
Adapun aturan tersebut tertuang
dalam Peraturan Perpustakaan Nasional (Perka) Nomor 5 Tahun 2022 Tentang
Layanan Angka Standar Buku Internasional pasal 9 ayat 2 yang berbunyi:
(2) Dokumen persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- surat permohonan pendaftaran judul
ISBN dengan kop surat resmi pemohon yang ditandatangani oleh pimpinan dan
dibubuhi stempel;
- surat pernyataan keaslian karya dari
penulis yang bermeterai;
- melampirkan naskah akhir terbitan
dengan format dokumen portabel berekstensi .pdf.;
- surat izin penerjemahan dari pemilik
hak cipta bagi karya yang akan diterjemahkan (jika ada); dan
- surat pengalihan penerbitan (jika ada)
Komentar
Posting Komentar